Sunday, May 22, 2011

Hidup dan Pilihan

Digurui tanpa membayar,
Dididik dan diajar tanpa pertemuan,
Tanpa adanya tatap muka,
Dihukum seketika,
Tiada kelulusan, ijazah ataupun sertifikat.
Terimakasih hidup, tak jarang kau menamparku kencang agar aku melihat kepada kenyataan.
Tak jarang kau menghempaskanku dan membiarkanku terjatuh agar aku tak lupa dengan daratan kehidupanku.

Bagaimana pasukanku? Yang hanya ada aku.
Yang akan berjuang menempuh lautan kehidupan dengan apa-apa yang aku punya.
Yang akan berusaha berjalan tegar dengan kaki yang mulai lelah ini.
Yang akan berdiri menenggak langit ditemani hanya dengan bayangku.
Yang akan berusaha menggenggam kepada semua pegangan yang ada dengan tangan dan jemari kecil.
Yang akan berusaha menopang seluruh beban di bahu yang terhitung rapuh.
Yang akan terus bersandar pada hati yang milikku sendiri yang bahkan aku tak tahu seberapa hancurnya hati itu.

Mereka berkata, hidup akan selalu memberimu pilihan yang mau bagaimanapun harus kau pilih.
Itu benar, tak jarang aku menemukan pertigaan di hidupku yang memaksaku untuk memilih, namun satu yang tiada pernah menjadi pilihan hidup itu, kembali ke belakang.
Dan jika hidup menyuguhkanmu kepada pilihan,
Kamu mempunyai hati untuk memilih salah satu dari pilihan itu dan kamu mempunyai ego untuk memilih semua pilihan itu.
Kamu yang tau hidupmu, kemanakah batinmu akan mendengar? Apakah kata hatimu, ataukah teriakan dari egomu?

Hei kau, tak sadarkah akan suara egomu yang berseru terlalu kencang?
Hingga aku sulit untuk sedikit bernafas,
Aku yang terus memaksakan kemampuanku tuk tetap mengejar semua yang belum tentu nyata,
Aku yang tiada lelah menyuruh diri ini untuk memilih kepada pilihan mencari lintasan lain dibanding mencari ujung dari lintasan ini,
Namun tetap kuteguhkan untuk berlari pada lintasan yang tiada berujung itu,

Dan jikalau engkau tahu,
Hati ini yang semula utuh, memilih untuk tetap menjaga perasaan itu,
Hingga ia perlahan retak,
Kemudian dibantingnya hingga hancur menjadi kepingan,
Dan kau remukkan kembali kepingan yang sudah hancur itu,
Kini ia hanya serpihan.. Tetapi,
Bagaimana bila serpihan-serpihan itu tetap memilih untuk tetap menjaga perasaan itu?
Perasaan yang hanya ditujukan padamu dan hanya milikmu..

Lalu adakah aku menyesal atas apa yang telah aku pilih?
Buatku sesal itu sudah tiada arti, sudah terlampau jauh semua itu mengalir.
Yang ada, aku hanya ingin bertahan.


"Bagaimana, masih kuatkah menopang beban yang menghantam bahumu?
Masih, walau gravitasi bumi mengundangku untuk jatuh bersamanya, namun masih ingin berdiri."

No comments:

Post a Comment